Wirangan

Kalkulator Kehidupan yang Berubah setelah Kau Datang

Vatqi Nur Rohman
4 min readSep 8, 2024
The Wave (1769–1844), vintage ocean illustration by Robert Hills. Original public domain image from Yale Center for British Art. Digitally enhanced by rawpixel. | Original public domain image from Yale Center for British Art

Gerimis mulai membasahi aspal jalan, aroma-aroma tanah menyeruak masuk menuju rongga hidup secara paksa, dan bayangan akan masa depan membuat semua itu bercampur menjadi suatu doa dari harapan indah bersamamu.

Seperti yang kau tau, beberapa tahun ini aku tak mengizinkan seorang perempuan pun untuk masuk terlalu jauh dalam hidupku. Segala sesuatu sudah kususun sedemikian rupa hingga sangat detail dan terencana. Tak pernah ada sedikitpun hal-hal yang terjadi dalam hidupku saat ini yang tidak terpikirkan olehku. Kecuali satu hal dan barangkali itu cukup fatal namun tak kusesali, sehingga segala rencana hidup yang kususun harus berubah sedemikan rupa. Kehadiranmu.

Tak pernah ada dalam bayangan hidupku jatuh cinta padamu, bahkan setiap hari selepas salam perpisahan dan beranjak memejamkan mata, pikiranku masih bertanya-tanya, kenapa semua ini tak kuperhitungkan sebelumnya? Apa kita sebegitu asingnya hingga aku tak memperhitungkan bahwa kita akan saling jatuh cinta?

Sebelum semua ini berjalan seperti ini, saat kau dan aku baru saja memulai untuk mengenal lebih jauh, telah memperhitungkan dengan matang apa jadinya kita kelak, bagaimana dengan segala mimpi dan harapanku akan hidup yang kujalani nanti, bagaimana bila akhirnya kita menikah, membeli rumah, memiliki anak dan menua bersama. Kuperhitungkan dengan masak, jika kau tak percaya kau boleh bertanya pada karibku tentang semua ini. Anehnya jawabanku untuk semua itu adalah tidak mungkin kita bersama, hidup kita terlalu berbeda.

Seperti katamu sore lalu, hidupmu terlalu datar, tak ada yang menarik, membosankan dan hanya begitu-begitu saja. Sementara aku, manusia yang mudah bosan untuk berdiam diri dalam satu tempat begitu lama. Kata ibu ‘silite raiso anteng’. Aku menggilai seni dan sastra, kau biasa saja, cenderung tak peduli. Sosial dan politik adalah makanan sehari-hariku, berita yang paling kutunggu, sementara kau tak begitu peduli dengan hal itu.

Kau pun tahu bagaimana aku menggilai bazar buku dan bagaimana saat aku dihadapan dengan tumpukan buku untuk dipilih, katamu ‘rakenek dijak omong, padahal wes tak celuki bolak-balik.’ Sementara bazar buku bagimu hanya sebatas menemani saudara berbelanja.

Kita terlampau jauh berbeda, duniamu adalah dunia tanpa gejolak, meskipun saat ombak datang ia terlalu kencang hingga kau kewalahan menghadapinya. Sementara hidupku penuh gelombang sebab pikiran-pikiranku yang terlampau sial dan tak mau diam.

Belum lagi soal masa depan jika kita bersama nanti, aku tak bisa menjelaskannya di sini, tapi kau harusnya sudah cukup sering mendengarku bercerita tentang hal ini. Namun, sungguh, jatuh cinta denganmu mengubah hampir seluruh jalan hidupku. Lalu saat kau tanya, apakah aku menyesal karena jatuh hati padamu, tidak, akan kujawab dengan lantang dan tanpa keraguan.

Jatuh cinta memang bukan sesuatu yang baru dalam hidup kita, perkara mencintai itu lain soal. Bagiku jatuh cinta adalah perasaan berdebar yang kita rasakan, sementara mencintai adalah bentuk tanggung jawab atas perasaan berdebar itu. Dan seperti yang kau tau, aku memilih untuk mencintaimu, mengambil langkah yang sebelumnya kuhindari, mempertanggungjawabkan perasaan berdebar yang kurasa.

Memilih untuk mencintai sosok teman yang tak pernah kuperhitungkan, tak pernah ada dalam kalkulator hidup yang kumiliki, yang datang mengobrak-abrik tatanan dan tujuan. Kujalani hari-hari dalam lembaran baru di kota yang dulu pernah kubocorkan padamu. Kota yang akhirnya membuat kita memiliki jarak cukup jauh.

Ketika sore lalu kau bertanya padaku bagaimana jika ternyata aku bosan denganmu, karena hidupmu yang datar, tak banyak gelombang, tak banyak kejutan dan yang begitu-begitu saja. Kau harusnya paham bahwa segala hal denganmu sudah ada dalam perhitunganku, kalkulator hidupku saat kau datang memang perlu dirombak dan itu tak butuh waktu lama untuk selesai.

Kita hidup dan tumbuh dalam satu ibu kandung generasi dan masyarakat yang cukup mirip, sehingga hidup kita sebenarnya sama-sama membosankan dan datar diwaktu yang relatif bersamaan. Bedanya, aku lebih sering memilih menghabiskan waktu di luar, mencari hal-hal baru, berbincang dengan orang-orang tua yang kutemui di jalan, dan tak sabar mengunjungi tempat baru dan mendengar cerita menarik dari orang lain. Meski begitu, aku juga bisa menghabiskan waktu dengan duduk berjam-jam di depan layar, menonton drama seperti yang kau lakukan, memilih tidur daripada berpergian. Dan percayalah, semua itu sudah menjadi catatan saat kalkulator hidupku telah usai dirombak.

Suatu hari nanti, kau dan aku akan menghabiskan waktu berdua di dalam rumah yang kecil dan berhalaman luas, memiliki kucing dengan tingkahnya yang menggemaskan, memiliki kebun dengan beragam tanaman, memilihara ayam dan memanen telurnya setiap hari. Lalu di suatu hari pula kau dan aku akan berkeliling menemui para nelayan, bercengkrama dengan para petani, atau hanya bertegur sapa dengan para pekerja jalanan di suatu warung makan dekat dengan sebuah proyek gedung megah di suatu kota yang kau dan aku tak akan mau hidup di sana.

--

--

Vatqi Nur Rohman

Merdeka menulis, menyampaikan isi kepala dan jiwa. rajin menulis di instgram @lakurip serta semua karya dan kontak bisa ditemukan di linktr.ee/vatqi